Cerita Dewasa SEX++18
Sebut saja nama saya Edi, aku akan menceritakan cerita sex-ku dengan
seorang pramugari. Kisah ini berawal dari perkenalanku dengan Wina (nama
samaran), dia adalah seorang pramugari di suatu perusahaan penerbangan
nasional. Kejadian ini terjadi saat aku dalam perjalanan panjang dari
Jakarta menuju Jayapura. Saat itu tengah malam, aku berusaha keras untuk
sekedar memejamkan mata, beristirahat sejenak menghilangkan kantuk agar
bisa melaksanakan tugas kantorku sesampainya di kota tujuan. Kursi
empuk berlapis kulit di kelas bisnis tidak mampu memberikan kenyamanan
yang kubutuhkan.
Walau bagaimanapun, kursi itu dirancang sebagai
tempat duduk, bukan tempat untuk berbaring dan tidur. Baru akan
terlelap, ketika kurasakan guncangan lembut di kursiku. Seseorang duduk
menghempaskan dirinya ke kursi kosong di sebelahku. Dengan agak kesal,
kubuka mataku dan berniat untuk menegurnya. Pandanganku terpaku pada
sesosok wajah cantik menarik, dengan matanya yang walaupun terlihat
mengantuk, tetap bening dan indah. Seulas senyum terlihat di bibir
mungil yang merah, yang kemudian berkata perlahan,
“ Maafkan saya Bapak, karena telah mengganggu tidur Bapak … “
Sambil tetap memandang dan mengagumi kecantikannya, aku berkata,
“ Ah, tidak apa-apa. Saya belum tidur kok, “
Kemudian
kami bersalaman, lalu kudengar ia menyebutkan namanya, yaitu bernama
Wina, Hilang sudah kantukku. Terlebih lagi setelah kutahu bahwa Wina
adalah sosok wanita yang menyenangkan sebagai teman ngobrol. Ia
bercerita tentang suka dukanya sebagai pramugari udara. Tangan dan
jarinya yang lentik seakan menari-nari di udara, mengekspresikan
ceritanya. Sesekali ia menyentuh tanganku, dan tidak sungkan untuk
mencubitku bila kuganggu.
Diam-diam kupandangi dan kuperhatikan
seluruh bagian tubuhnya. Tingginya kuperkirakan sekitar 167 cm, langsing
dan sangat proporsional. Wina memiliki tungkai kaki yang indah
sempurna. Kulitnya yang putih kontras sekali dengan seragam warna
birunya. Buah dadanya tidak terlalu besar, tetapi terlihat kencang
menantang. Membayangkan dirinya telentang telanjang di tempat tidur,
membuat Penisku bangkit, membesar dan keras. Pikiran kotorku melayang
jauh.
Kebersamaan kami terganggu oleh suara Kapten Pilot yang
memberitahukan bahwa pesawat akan mendarat di Biak, untuk mengisi bahan
bakar dan pergantian awak kabin. Setelah bersalaman dan sedikit basa
basi, Wina menghilang di balik tirai. Aku melanjutkan istirahatku,
sampai kemudian dibangunkan oleh pramugari udara lain, yang menawarkan
sarapan pagi.
Hari-hari selanjutnya di ibukota propinsi paling
timur Indonesia itu, disibukkan oleh tugasku sebagai Petugas Sosialisasi
salah satu program pemerintah. Sebagai utusan Pusat , aku sering
diperlakukan seakan tamu agung, yang perlu dihibur dan dipenuhi segala
kebutuhannya. Aku ditempatkan di hotel A yang merupakan hotel terbaik di
kota itu. Beberapa tawaran untuk menyediakan teman tidur kutolak secara
halus. Aku takut tertular penyakit.
Waktu luang di luar tugas
kuhabiskan dengan berjalan kaki keliling kota. Suatu kebiasaan yang
selalu kulakukan dalam setiap perjalanan, untuk lebih mengenal daerah
baru. Kota Jayapura berada langsung di tepi laut berair tenang. Pada
malam hari, di sepanjang tepi pantai dapat ditemui warung-warung yang
menjual masakan laut, yang langsung digoreng atau dibakar di tempat.
Nikmat sekali. Disanalah biasanya kuhabiskan malamku.
Di sana pula
pada suatu malam, aku kembali bertemu dengan Wina yang sedang tidak
bertugas, bersama dengan 2 teman seprofesi. Wina langsung menawarkan
untuk bergabung, begitu melihatku datang. Sungguh menyenangkan berada di
antara 3 gadis cantik, walau dapat kupastikan bahwa kantongku akan
terkuras untuk mentraktir mereka semua.
Panggilan Bapak sewaktu di
pesawat, berubah menjadi Mas hingga membuat malam itu semakin akrab dan
hangat. Dari pembicaraan, kutahu bahwa mereka bertiga menginap di hotel
yang sama denganku. Selesai makan, kami berpisah. Di luar dugaan, Wina
ingin ikut denganku menikmati malam sambil berjalan kaki.
Satu permintaan yang sangat sulit ditolak.
Kamipun
berjalan perlahan sambil saling bertukar cerita dan bercanda.Angin
pantai membuat Wina kedinginan. Kulepas jaketku, lalu kupasangkan di
bahunya. Kuberanikan diri merangkul bahunya, memberikan kehangatan
tambahan pada tubuhnya yang hanya dilapisi oleh kaos tipis berwarna
merah. Wina tidak menghindar atau berusaha menolak, malah balas
merangkul pinggangku.
Aku heran dengan gadis-gadis jaman sekarang.
Semakin mudah untuk menjadi sangat akrab, dan menganggap bahwa hubungan
antara wanita dan pria adalah biasa saja. Tidak ada lagi malu-malu atau
sungkan, walaupun masa perkenalan yang relatif singkat. Kami berjalan
bagaikan dua kekasih yang sedang bermesraan. Tanganku tersapu oleh ujung
rambutnya, dan sesekali kurasakan kepalanya menyandar di bahuku.
Birahiku
terpicu, otak kotorku berpikir keras mencari akal untuk membawanya
ketempat tidur di kamar hotelku. Kelaminku mengembang keras, membuatku
merasa tidak nyaman karena terjepit oleh ketatnya celana jeans yang
kukenakan. Mulut kami berdua diam seribu basa, memberi kesempatan untuk
menikmati sentuhan kebersamaan dalam keheningan. Langkah demi langkah
membawa kami memasuki lobby hotel.
Kuajak Wina ke Coffee Shop,
untuk menikmati secangkir minuman hangat sambil menikmati musik hidup.
Aku memilih tempat agak di pojok, agar tidak terlalu menarik perhatian
orang. Kuperhatikan sekeliling, beberapa pasangan asik berpelukan,
sedangkan beberapa gadis berpenampilan seronok duduk sendirian. Inilah
mungkin yang disebutkan oleh kawan-kawanku sebagai “Ayam Menado “,
sebelum aku berangkat beberapa hari lalu.
Tanganku tetap
memeluknya, sementara Wina menyandarkan kepalanya di dadaku. Kurasakan
kakinya bergoyang perlahan mengikuti irama musik. Wangi rambutnya
membuatku ingin mencium kepalanya. Tapi, apakah ia akan marah ? Apakah
ia akan tersinggung ? Sejuta pertanyaan dan kekhawatiran muncul dalam
pikiranku.
Sementara di sisi lain, otakku masih terus berputar
mencari akal untuk membawanya ke kamarku malam ini. Jantungku berdebar
keras, sementara kelaminku semakin besar dan keras. Musik dan suasana
romantis tempat itu tidak lagi menarik untukku. Bagaimana dan bagaimana
pertanyaan itu yang terus menerus muncul. Perlahan kucium ubun-ubun
kepalanya, sambil berkata,
“ Wina, sudah malam, kita bobok yuk … “
Ia
hanya mengangguk sambil berdiri. Setelah menyelesaikan pembayaran, kami
berjalan menuju lift. Tanganku masih merangkul bahunya, walaupun ia
tidak lagi memeluk pinggangku. Kutekan tombol angka 3, untuk menuju
lantai dimana kamarku berada. Aku sengaja tidak bertanya di lantai
berapa ia tinggal, dan iapun diam saja.
Wina juga tidak berusaha
untuk menekan tombol lain. Dalam hati aku bertanya-tanya, jangan-jangan
kamarnya satu lantai dengan kamarku.
Sambil menyender ke dinding
lift, kutarik ia dan kusandarkan membelakangiku. Kupeluk ia dari
belakang, sambil sesekali kucium rambut kepalanya. Jantungku berdetak
semakin cepat, sementara kelaminku semakin sakit terhimpit celana
jeansku yang cukup ketat. Mudah-mudahan pantatnya yang tepat menempel ke
kelaminku tidak merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Pikiranku masih
bertanya-tanya, mau…? tidak…? mau…? tidak…? sampai kemudian pintu lift
terbuka. Sambil terus berada dalam pelukanku, kubimbing dia menuju
kamarku.
Tidak ada perlawanan atau penolakan kurasakan. Setan yang
berada dalam pikiranku menjerit senang. Malam ini akan terjadi
pergumulan birahi yang panas. Dalam hati aku berniat untuk memberikan
kepuasan yang tidak terbendung padanya, seperti yang biasa kuberikan
dalam petualangan-petualangan asmaraku, termasuk pada istriku tercinta.
Begitu pintu terkunci, sambil tetap berdiri kupeluk dan kucium bibirnya
dengan lembut walaupun penuh nafsu.
Wina membalasnya dengan tidak
kalah ganasnya. Lidah kami bertemu, saling berpagutan dan berkaitan.
Kutelusuri geligi dan langit-langit mulutnya dengan lidahku yang cukup
panjang, kasar dan hangat.
Wina merintih lirih, dan tangan kananku
perlahan mengusap dan menelusuri punggungnya yang masih terbalut
pakaianya. Sementara jacketku sudah lama terlempar jatuh. Dari leher,
perlahan turun ke bawah, ke arah pinggang mencari ujung kaos, lalu
kembali ke atas melalui sisi bagian dalam. Kurasakan kulit punggungnya
sangat halus dan mulus.
“ Klik… “, Bunyi pengit terlepas oleh
tanganku yang sudah sangat terlatih berhasil melepas pengait BRA-nya
dengan sangat hati-hati.
Dengan kedua tangan, perlahan kutarik
kaos itu ke atas sampai terlepas sama sekali. Dengan perlahan dan
hati-hati, kedua tanganku segera bergerilya menelusuri kedua bahunya,
pangkal lengannya, pindah ke pinggang, perut, perlahan ke atas menuju
buah dadanya. Sementara itu, kedua tangannya telah berhasil membuka Polo
Shirt yang kukenakan. Tanganku sudah hampir sampai ke buah dadanya,
ketika tiba-tiba ia mendorongku perlahan.
“ Maaf Mas, Wina pipis dulu ya… “ katanya sambil berjalan membelakangiku menuju kamar mandi.
Kuperhatikan
kulit punggungnya yang putih dan mulus, nyaris tanpa cacat. Pinggul
rampingnya yang masih terbalut celana jeans, terlihat semakin indah dan
merangsang. Tidak sabar rasanya untuk segera melumat tubuhnya,
membawanya mengawang tinggi menuju tingkat kenikmatan yang tidak
terkira. Sementara menunggu, aku tersadar bahwa aku belum membersihkan
diri. Kebiasaan yang selalu kulakukan sebelum bercinta dengan wanita
manapun.
Aku selalu menjaga kebersihan, dan berusaha untuk
menggunakan wangi-wangian beraroma lembut, yang kuyakini dapat
meningkatkan gairah wanita. Dari kamar mandi terdengar gemericik air,
yang menandakan Wina juga sedang membersihkan dirinya. Ternyata Wina
termasuk tipe wanita yang kusukai, selalu membersihkan diri sebelum
bercinta. Walau dalam keadaan birahi tinggi, aku tetap merasa terganggu
dengan bebauan yang kurang sedap, dari kelamin wanita yang tidak bersih.
Kubuka
dompetku, lalu kuambil karet pengaman merk terkenal yang selalu kubawa
kemanapun aku pergi. Kusisipkan ke bawah bantal tempat tidur, agar mudah
mengambilnya pada saat dibutuhkan nanti. Wina keluar dari kamar mandi
dengan tubuh yang hanya terbalut handuk. Rupanya dia benar-benar mau dan
bersedia bercinta denganku.
“ Sebentar sayang, sekarang giliranku untuk membersihkan diri… “ kataku sambil mencium keningnya lalu berjalan ke kamar mandi.
Sayup-sayup
kudengar suara TV yang baru dihidupkan olehnya. Setelah menggosok gigi
dan berkumur dengan larutan antiseptik, kubersihkan Penisku dan
sekitarnya dengan sabun. Siraman air dingin tidak mampu mengurangi
kekerasannya. Penisku tetap mengacung gagah, besar dan berurat. Wina
sedang duduk di pinggir tempat tidur, saat aku keluar dari kamar mandi,
juga dengan hanya terbalut handuk. Kuhampiri dirinya, ia berdiri lalu
kami berciuman.
Dari mulutnya tercium aroma obat kumur antiseptik
milikku, membuatku semakin terangsang. Tangannya membuka belitan handuk
di pinggangku, membuat Penisku terbebas lepas, mengacung besar dan
keras. Perlahan tangannya menyentuh pusarku, perutku, lalu perlahan
turun ke bawah.
Wina mengusap-usap rambut Penisku yang cukup lebat, sebelum kemudian mengelus dan menggenggam lembut batang kebanggaanku itu.
Jemari
tangannya yang halus, menimbulkan rasa nikmat yang amat sangat. Tanpa
kusadari, akupun merintih perlahan, lalu kulepas handuk yang melilit di
tubuhnya, kemudian perlahan tapi pasti kedua tanganku merambat perlahan
menuju kedua bukit kembarnya yang halus dan putih.
Setelah
kutelusuri inci demi inci, kuremas lembut, dan kujepit puting susunya
dengan jari, lalu kupelintir sambil sesekali kutarik. Kubuka mataku,
menikmati parasnya yang cantik. Matanya tertutup sementara bibirnya
terbuka sedikit, sungguh seksi dan merangsang. Wina melepas ciumannya,
kemudian perlahan menciumi tubuhku. Dari dagu, leher terus ke dadaku,
kemudian mengulum dan menggigit perlahan puting kecil di dadaku.
Aku
hanya mampu mendongak, menikmati sensasi yang tidak terkira. Dengan
lidahnya yang hangat, ditelusurinya tubuhku perlahan turun ke arah
perut, menciumi pusar, lalu terus turun. Tidak sabar aku membayangkan
kenikmatan apa yang akan kuterima selanjutnya. Perlahan, diciumnya
kepala Penisku yang memerah, kemudian dimasukkannya ke mulutnya, sampai
menyentuh tenggorokannya. Bukan main nikmatnya.
“ Uuuhhhh… hhhhh… Aaahhhhhhh… hhhhh… “ desahku merintih nikmat.
Perasaan
nikmat dan mendesak kuat ingin keluar, kutahan sebisanya. Aku hampir
mencapai titik kenikmatan tertinggi, dan itu tidak boleh terjadi secepat
ini. Harus kuhentikan !! Kupegang kepalanya, kemudian kutarik tubuhnya
perlahan.
“ Sssss… ahhhhh… nikmat sekali Wina, nikmat sekali “, kataku sambil kemudian mencium bibirnya.
Lidah kami berkait dan bertaut dengan ganas, membuat nafasnya semakin memburu,
Sambil
tetap berciuman, kubimbing ia menuju tempat tidur. Kurebahkan tubuhnya,
lalu kutindih ia dengan tubuhku. Kulepaskan ciumanku dari bibirnya.
Kucium keningnya, kedua matanya, pipinya, dagunya, dan kedua telinganya
bergantian. Nafasnya semakin memburu, sementara jari-jari kedua
tangannya meremas rambutku.
Dengan lidah, kumulai penelusuran tubuhnya melalui leher.
Perlahan
turun, menuju belahan dadanya, kemudian naik ke puncak bukit indah
miliknya. Kukitari puting susunya, sebelum kukulum dan kuhisap dengan
mulutku. Sementara itu, tangan kananku yang bebas meremas dan
mempermainkan puting susu sebelanya. Wina meracau tidak jelas, sementara
kuku jarinya mulai menghunjam kulit kepalaku,
“ Adddduuuuhhhh Mass… Aahhhhh… ouhhh…. “
Puas
bermain di buah dadanya, kulanjutkan penelusuran semakin ke bawah,
menuju Penisnya. Aku memposisikan tubuhku di antara kedua kakinya yang
terbuka. Penisnya terlihat basah dan lembab. Bulu-bulu halus yang tidak
terlalu lebat, tertata rapi dan hitam, kontras sekali dengan warna
kulitnya yang putih mulus. Dengan jari tengah, kuusap dan kumainkan
klitorisnya.
Pinggangnya terangkat, membuat tubuhnya melengkung.
Perlahan, kuciumi Penisnya yang wangi, kujulurkan lidahku, lalu
kumainkan klitorisnya. Aku sempat melihat kepala Wina yang terlempar ke
kiri dan ke kanan menahan nikmat. Jari jemarinya semakin ganas meremas
kepalaku.
“ Aauwwwww… Aaahhhhhh… yhaaaaa… yhaaa… yhaaa… aaaccchhh… hhhh… aduhhhh… terrrussss… terus !! ach… ach… ach… Aaaaaaaaahhh… “
Kedua pahanya menjepit kuat kepalaku, kemudian tergeletak lemas. Kutahu Wina telah mencapai puncak kenikmatannya.
“ Itu baru yang pertama sayang, rasakan dan nikmati yang selanjutnya … “ kataku dalam hati.
Tidak
berlama-lama, dengan perlahan dan sangat hati-hati, kumasukkan jari
tengah tangan kananku ke dalam rongga Vaginanya. Tidak ada yang
menghalangi, menandakan Wina sudah tidak perawan lagi. Tidak mengapa,
malah lebih baik pikirku. Aku jadi tidak memperpanjang dosaku
memperawani anak orang lagi.
Lalu Kusentuh seluruh dinding rongga
yang halus dan hangat itu dengan ujung jariku. Kadang kutekan sedikit
keras, membuat nafsu birahinya kembali bangkit. Dengan posisi telapak
tangan mengarah ke atas, kutekuk jariku menyentuh dinding rongga bagian
atas. Kulanjutkan penekanan di beberapa tempat, sambil kuperhatikan
reaksi tubuhnya.
“ Auwww… aduh, Mas, maaf… rasanya ingin pipis lagi… “ katanya tiba-tiba,
“ Sayang, tahan dan bernafaslah dengan teratur. Aku akan memberimu kenikmatan yang lain. Relaks saja dan nikmati… “
Kutekan-tekan
jariku berulang-ulang pada titik tersebut hingga menyerupai getaran.
Kepalanya kembali terlempar kekiri dan kekanan. Matanya terbelalak ke
atas, hinggga hampir tidak terlihat bagian hitamnya. Tangannya telentang
pasrah, masih lelah dan lemas.
“ Aaaacchhh… Aaahhhhhhh… Aaahhhhhh… “ erangannya semakin keras.
Perlahan
kuposisikan kepalaku di depan Vaginanya, kujulurkan lidahku, kemudian
kuelus, kumainkan dan kupelintir sambil sesekali kumainkan klitorisnya.
Wina teriak tidak tertahankan,
“ Aaahhhhh… Ouhhhh… Sssss… ahhhh… Ampuuuunnnnn… Aaahhhhhhhh… “
Tangannya
kembali buas meremas kepalaku, sementara kedua pahanya kembali menjepit
kepalaku dengan kuat. Punggungnya terangkat tinggi membuat tubuhnya
melengkung. Kulanjutkan penekanan pada titik bagian atas rongga
Vaginanya, sambil lidahku terus mengelus, memelintir dan mempermainkan
klitorisnya.
Tiba-tiba Wina terduduk, dengan kasar ditariknya
kepalaku yang sedang asik bermain di Vaginanya, lalu digigitnya bibirku.
Sakitnya cukup lumayan, tetapi kubiarkan saja. Kutahu ia hampir
mencapai puncak kenikmatannya yang kedua. Dengan mengerang keras,
“ Ouhhh… Sssss… ahhhhhh… “
Tubuhnya
mengejang lalu terlempar keras ke belakang, ke atas kasur tempat tidur.
Rongga Vaginanya terasa mendenyut-denyut, menjepit erat jari tengahku
yang masih berada di dalam. Tidak lama kulihat tubuhnya mulai melemas.
Telentang pasrah telanjang di atas tempat tidur. Kemudian aku berdiri
menuju meja dan menuangkan air putih dingin ke dalam gelas.
Kuteguk,
kemudian kuberikan padanya setelah kembali kuisi penuh. Sambil
menatapku, kulihat matanya menyiratkan kepuasan yang amat sangat,
walaupun lelah. Aku paling senang melihat wajah wanita pasca klimaks,
terlihat semakin cantik.
Belum sempat gelas itu kuletakkan, masih
dalam keadaan berdiri di sisi tempat tidur, Wina menarik, mengelus
kemudian mengulum batang Penisku dengan rakus, membuatnya kembali
membesar dan keras. Dengan lidahnya, dijilatinya bagian bawah batangku
itu, menimbulkan kenikmatan yang amat sangat. Setelah aku meletakkan
gelas, kudorong lalu kutindih tubuhnya.
Mulut kami kembali
berciuman, sementara satu tangannya memainkan batang Penisku. Tidak
tahan dengan perlakuannya, tanganku masuk ke bawah bantal, mencari-cari
karet pengaman yang sudah kusiapkan tadi. Kurobek bungkusnya, lalu
kuberikan padanya. Di luar dugaan, dibuangnya benda itu, sambil berbisik
ke telingaku ,
“ Mas, aku baru saja selesai Mens dua hari lalu, jadi amaaannn… “ ucapnya,
Lalu
Kubimbing Penisku dengan tangan, kugosok-gosokkan, kemudian secara
perlahan kuturunkan pinggulku, menusukkan batang yang besar, keras dan
padat itu ke dalam rongga Vaginanya yang lembut dan hangat. Kuku
jemarinya menancap keras di punggungku, dan kudengar rintihannya.
“ Ouhhhh…. aahhhhh… ouhhhh…. “
Kulihat
alis matanya mengkerut sementara kedua matanya tertutup rapat. Kurasa
ia agak kesakitan dimasukki oleh batang yang begitu besar, panjang dan
sekeras batu. Perlahan tapi pasti, inci demi inci batang itu menguak
masuk. Aku merasa sudah menyentuh dasarnya pada saat batangku belum
masuk seluruhnya. Wina merintih,
“ Aouw… Ssss… ahhhhh… “
Perlahan
dan hati-hati kutekan dan kutekan terus sampai masuk seluruhnya.
Kudiamkan beberapa saat hingga Wina terbiasa, sebelum kupompa keluar
masuk. Kedua tanganku menopang tubuhku agar tidak menindihnya terlalu
keras, sementara pinggulku giat bergerak maju mundur berulang-ulang.
Wina merintih semakin keras,
“ Accchhhh… yeaaah…ahhhhh… Auwwww… ouhhh… “
Tubuhnya
bergoyang ke atas ke bawah, terdorong oleh tusukkan penis dan goyangan
pinggulku. Rambutnya berantakan tergerai di atas bantal, sementara
matanya tertutup rapat. Mukanya sudah terlihat santai, tanda ia sudah
dapat menikmatinya. Sesekali kucium bibirnya yang terbuka sedikit. Hal
itu memperlihatkan giginya yang putih dan tersusun rapi, sungguh
menggairahkan.
Butir-butir keringat mulai bercucuran di tubuhku,
juga di tubuhnya. Di belahan dada diantara kedua buah dadanya yang
bergoyang, kulihat titik-titik keringat bermunculan. Sungguh pemandangan
yang seksi dan menggairahkan, Entah berapa lama dalam posisi itu,
tiba-tiba aku ingin mencoba posisi yang lain. Kutarik kedua kakinya dan
kuletakkan di pundakku. Wina protes,
“ Addduhhh Mas, sssaakkiiittt… “
Keluh
Wina tidak terlalu kupedulikan, kupompa terus keluar masuk, berputar,
maju mundur, mulanya perlahan lalu semakin cepat. Wina merintih menahan
nikmat,
“ Aaaachhhh… Yaaa… ouhh … tttteeerruuusssss… terusss… Ach… Ach… Ach… Ach… AAaahhhhhhhh… “
Kurasakan
denyutan berulang-ulang dari rongga Vaginanya. Wina sudah sampai ke
puncak kenikmatan. Aku berkonsentrasi merasakan sensasi kenikmatan yang
ditimbulkan oleh gesekan batang Penisku dengan rongga Vaginanya, kupompa
semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat, dan dengan disertai
erangan panjang,
“ Aaaaacccchhhhhh… “
kutusukkan Penisku
sedalam-dalamnya, kemudian kusemprotkan cairan kenikmatan
sebanyak-banyaknya. Akupun ambruk menimpa tubuhnya, lalu Wina memelukku
dengan erat. Sambil kucium pipinya, aku berkata,
“ Terima Kasih sayang, kamu hebat sekali … “
Wina membuka matanya, mencium bibirku lama, dan balas berkata,
“ Sama-sama Mas… enak sekali Mas… ampuuunnn, nikmat sekaliii, tapi capek. Wina nggak kuat lagi… “.
Malam
itu kami tidur berpelukan sampai pagi. Kami melakukannya lagi di kamar
mandi, walau tidak seganas malam sebelumnya. Wina harus segera berangkat
menunaikan tugasnya sebagai Pramugari Udara, sementara aku masih harus
bertugas menjelaskan program pemerintah yang kusosialisasikan. Kami
berpisah, dan berjanji untuk ketemu lagi. Tapi entah kapan kami akan
bertemu kembali.